ASPEK DALAM HUKUM EKONOMI
NAMA
: INDINA TARZIAH
KELAS
: 2EB24
NPM
: 23212683
PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Di
zaman modern seperti saat ini bangsa Indonesia banyak
mengalami berbagai polemic yang beredar di dalam masyarakat yang menimbulkan
suatu pertentang bahkan sampai menimbulkan perikaian diantara masyarakat.
Pertikaian yang ada muncul dari berbagai masalah yang biasanya timbul karena
perbedaan pendapat atau paham yang mereka anut. Pertikaian bermula dari
suatu persoalan yang kecil karena tidak cepat diselesaikan maka persoalan
tersebut menjadi besar. Persoalan ini sebaiknya cepat diselesaikan agar tidak
menjadi besar. Di dalam suatu pertikaian biasanya memerlukan perantara atau
biasa disebut pihak ketiga yang dapat membantu menyelesaikan persoalan
tersebut.
Banyak
cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Negosiasi, Mediasi,
dan Arbitrase. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian
dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik
diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat
diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai
mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak
yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat
diselesaikan juga maka membutuhkan badan hokum seperti pengadilan untuk
menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi. Secara
keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat
terselesaikan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa Pengertian Sengketa
2.
Bagaimana Cara-cara Penyelesaian Sengketa
3.
Apa yang dimaksud Negosiasi
4.
Apa yang dimaksud Mediasi
5.
Apa yang dimaksud Arbitrase
6.
Apa Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan
Ligitasi
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Sengketa
Sengketa
biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh
pihak lain. Perasaan tidak puas akan
muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang
merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila
pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik
tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat
atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan
sengketa.
Penyelesaian
sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas
proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses
penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada
kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
Cara-cara
Penyelesaian Sengketa
a.
Negosiasi
Merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
belah pihak memiliki kepentingan sama
maupun berbeda.
b.
Mediasi
Merupakan
salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang melibatkan
pihak ketiga dengan tujuan membantu
tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis. Pihak ketiga yang ditunjuk membantu
menyelesaikan sengketa dinamakan mediator. Mediasi mengandung unsur-unsur :
1. Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa
berdasarkan perundingan.
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para
pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang
bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4. Tujuan mediasi untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak
yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Tugas
Mediator antara lain :
a.
Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi
pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
b.
Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari
argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang
timbul (penyesuaian persepsi) sehingga mengarahkan kepada satu keputusan
bersama.
c. Arbitrase
a.
Subekti : merupakan suatu penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan
persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan
diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih.
b.
Abdulkadir Muhamad : peradilan yang dipilih dan
ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa.
c.
Pasal 3 ayat 3 UU No 14 tahun 1970 menyatakan bahwa
penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui
arbitrsase tetap diperbolehkan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan
eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari
pengadilan.
UU
arbitrase nasional : UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan UU
tersebut, Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar
pengadilan umum, yang didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Penjanjian
arbitrase tidak batal meskipun :
a.
Meninggalnya salah satu pihak.
b.
Bangkrutnya salah satu pihak.
c.
Novasi (Pembaharuan utang)
d.
Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar)salah satu
pihak.
e.
Pewarisan.
f.
Berlakunya syarat-syarat hapusnya peikatan pokok.
g.
Bilamana pelaksanaan perjanjian dialihtugaskan pada
pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase.
h.
Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Jenis
Arbitrase :
a.
Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
: merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau
memutuskan perselisihan tertentu.
b.
Arbitrase institusional : merupakan suatu lembaga yang
bersifat permanen sehingga arbitrase institusional tetap berdiri untuk
selamanya, meskipun perselisihan telah selesai.
Di
Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase, yaitu :
1.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
2.
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
- Proses yang melibatkan upaya
seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang
lain.
- Proses untuk mencapai
kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak
tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang
berbeda satu dengan yang lain.
- Negosiasi adalah suatu bentuk
pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah
pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
(1) Moving
against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak
menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
(2) Moving with (pulling): memperhatikan,
mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan
interaksi.
(3) Moving
away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali
isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
(4) Not
moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan
perhatian pada “here and now”, mengikuti arus,
fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
(1) Mampu
melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
(2) Mampu
menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat
dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
(3) Mampu
mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan
tuntutan di luarperhitungan.
(4) Mampu mengungkapkan
gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan
memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
(5) Cepat
memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan
keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak tertutup
kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung
yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal
yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
(1) Cara
bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya
kerjanya.
(2) Kesuksesan
bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja
dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam
Negosiasi
(1) Informasi memegang
peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya
berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
(2) Dampak dari gagasan
yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
(3) Jika proses
negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah
satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden
agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan
yang lebih terbuka.
Pengertian Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki
kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses
mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau
konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus,
maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau
penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus
memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
• Setelah perkara dinomori, dan
telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat
penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
• Setelah pihak-pihak hadir, majelis
menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang
berperkara tersebut.
• Selanjutnya mediator menyarankan
kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan
damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
• Mediator bertugas selama 21 hari kalender,
berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada
majelis yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan
perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Arbitrase
istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1. Asas kesepakatan, artinya
kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
2. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan
untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak
maupun antara arbiter itu sendiri;
3. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam
penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada
perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak;
4. Asa final
and binding, yaitu
suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat
dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada
prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian
arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu
sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan
hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang
cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang
dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun
1990 diketahui bahwa.
1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;
2. Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk
menyelesaikan sengketa untuk dilaksanakan di luar perdilan umum.
Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para
pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan
yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan mereka
berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan
dilapangan.
DASAR HUKUM ARBITRASE
Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah
sebagai berikut:
A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “semua
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan HIR yang diundang pada zaman
Koloneal Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan
pengantinya yang baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.
B. Pasal 377 HIR
Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal
377 HIR atau Pasal 705 RBG yang menyatakan bahwa :
“Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki
perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase maka mereka wajib
memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropah”. Sebagaimana
dijelaskan di atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah yang
dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara Perdata yang
diatur dalam RV.
C. Pasal 615 s/d 651 RV
Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke
Tiga Bab
Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi :
- Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal
615 s/d 623 RV)
- Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674
RV)
- Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)
D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat
pengaturan lembaga arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3
ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
yang menyatakan “ Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian
atau melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
E. Pasal 80 UU NO. 14/1985
Satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang
berlaku di Indonesia yaitu UU No. 14/1985, sama sekali tidak mengatur mengenai
arbitrase. Ketentuan peralihan yang termuat dalam Pasal 80 UU No. 14/1985,
menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai Mahkamah
Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini kita perlu merujuk
kembali UU No. 1/1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah
Agung Indonesia. UU No. 1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus
dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang
melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No.
1/1950).
F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang
Penanaman Modal Asing
Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan:
“Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan
mengenai jumlah, macam,dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan
diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak”.
Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 :
“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh
pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai
ketuanya dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal”.
G. UU No. 5/1968
yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Tentang
Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman
Modal” atau sebagai ratifikasi atas “International
Convention On the Settlement of Investment Disputes Between States and
Nationals of Other States”.
Dengan undang-undang ini dinyatakan bahwa pemerintah
mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisihan
mengenai penanaman modal asing diputus oleh International
Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di Washington.
H. Kepres. No. 34/1981
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Convention On the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat
New York Convention (1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di Nww
York, yang diprakarsaioleh PBB.
I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990
Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan
Kepres No. 34/1958 , oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1/1990 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada tanggal 1 maret 1990 yang
berlaku sejak tanggal di keluarkan.
J. UU No. 30/1999
Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga
arbitrase, maka
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.
Perbandingan antara
perundingan, arbitase, dan ligitasi
Perbedaan antara Perundingan,
Arbitrase, dan Ligitasi ialah sebagai berikut :
1. Perundingan – > Perundingan merupakan tindakan
atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
2. Arbitrase – > Kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
3. Ligitasi - >
Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa,
kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian
atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya
ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama
terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai,
kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa
menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga.
Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak
ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan
pertikaian yang ada.
BAB III
PENUTUP
Penyelesaian Sengketa dalam Ekonomi
dapat dilakukan dengan beberapa cara diantarnya melalui :
1. Negosiasi – > Suatu bentuk pertemuan antara dua
pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari
hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
2. Mediasi – >
Pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian
3. Arbitrase – > Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu
perkara menurut kebijaksanaan.
Perbedaan ketiga terletak dari peran mereka dalam
menyelesaikan suatu pertikain yang ada. Negosiasi tidak menggunakan pihak
ketiga untuk menyelesaikan suatu pertikaian, Arbitrase diantara kedua pihak
yang bertikai memerlukan pihak ketiga untuk menyelesaikan permasalahan mereka
tetapi peran pihak ketiga ini hanya sebagai pemberi saran dan tidak mempunyai
kekuatan untuk memutuskan suatu pertikaian tersebut. Sedangkan Arbitrase ialah
Pihak ketiga yang dibutuhkan antara kedua pihak yang bertikai dan mempunyai
kekuatan hukum yang kuat untuk memutuskan suatu permasalahan yang ada karena
mereka tidak dapat menyelesaikan perikaian tersebut.
Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomi-makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar