Rabu, 28 Mei 2014

ASPEK DALAM HUKUM EKONOMI

NAMA            : INDINA TARZIAH
KELAS           : 2EB24
NPM               : 23212683

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Di zaman modern seperti saat ini bangsa Indonesia banyak mengalami berbagai polemic yang beredar di dalam masyarakat yang menimbulkan suatu pertentang bahkan sampai menimbulkan perikaian diantara masyarakat. Pertikaian yang ada muncul dari berbagai masalah yang biasanya timbul karena perbedaan pendapat atau paham yang mereka anut. Pertikaian  bermula dari suatu persoalan yang kecil karena tidak cepat diselesaikan maka persoalan tersebut menjadi besar. Persoalan ini sebaiknya cepat diselesaikan agar tidak menjadi besar. Di dalam suatu pertikaian biasanya memerlukan perantara atau biasa disebut pihak ketiga yang dapat membantu menyelesaikan persoalan tersebut.
Banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hokum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi. Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat terselesaikan.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa Pengertian Sengketa
2.      Bagaimana Cara-cara Penyelesaian Sengketa
3.      Apa yang dimaksud Negosiasi
4.      Apa yang dimaksud Mediasi
5.      Apa yang dimaksud Arbitrase
6.      Apa Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Sengketa

Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh pihak lain.  Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
           
Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.

Cara-cara Penyelesaian Sengketa

a. Negosiasi
    Merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua   
    belah pihak memiliki kepentingan sama maupun berbeda.

b. Mediasi
Merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang melibatkan pihak   ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.  Pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan mediator.  Mediasi mengandung unsur-unsur :
1.  Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
2.  Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3.  Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4.  Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak
     yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

Tugas Mediator antara lain :
a.       Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
b.      Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian persepsi) sehingga mengarahkan kepada satu keputusan bersama.

c.  Arbitrase
a.      Subekti : merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para                 wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati                           keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih.
b.      Abdulkadir Muhamad : peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa.
c.       Pasal 3 ayat 3 UU No 14 tahun 1970 menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrsase tetap diperbolehkan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.

UU arbitrase nasional : UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.  Berdasarkan UU tersebut, Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum, yang didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Penjanjian arbitrase tidak batal meskipun :
a.       Meninggalnya salah satu pihak.
b.      Bangkrutnya salah satu pihak.
c.       Novasi (Pembaharuan utang)
d.      Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar)salah satu pihak.
e.       Pewarisan.
f.       Berlakunya syarat-syarat hapusnya peikatan pokok.
g.      Bilamana pelaksanaan perjanjian dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase.
h.      Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.

Jenis Arbitrase :
a.       Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter : merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
b.      Arbitrase institusional : merupakan suatu lembaga yang bersifat permanen sehingga arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya, meskipun perselisihan telah selesai.

Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase, yaitu :
1.      Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
2.      Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).

Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
  1. Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
  1. Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
  2. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
(1)       Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
(2)       Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan,  menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
(3)       Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
(4)       Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
(1)     Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
(2)     Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
(3)     Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luarperhitungan.
(4)     Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa  sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
(5)     Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
(1)    Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
(2)    Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
(1)   Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
(2)   Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
(3)   Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Pengertian Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
• Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
• Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
• Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
• Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Arbitrase
istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1. Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
2. Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3. Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4. Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Berdasarkan pengertian arbitrase menurut UU Nomor 30 Tahun 1990 diketahui bahwa.
1. Arbitrase merupakan suatu perjanjian ;
2. Perjajian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3. Perjanjian arbitrase tersebut merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa untuk dilaksanakan di luar perdilan umum.
Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.
DASAR HUKUM ARBITRASE
Secara singkat sumber Hukum Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut:
A. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa “semua peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.” Demikian pula halnya dengan HIR yang diundang pada zaman Koloneal Hindia Belanda masih tetap berlaku, karena hingga saat ini belum diadakan pengantinya yang baru sesuai dengan Peraturan Peralihan UUD 1945 tersebut.
B. Pasal 377 HIR
Ketentuan mengenai arbitrase dalam HIR tercantum dalam Pasal 377 HIR atau Pasal 705 RBG yang menyatakan bahwa :
“Jika orang Indonesia atau orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputus oleh juru pisah atau arbitrase maka mereka wajib memenuhi peraturan pengadilan yang berlaku bagi orang Eropah”. Sebagaimana dijelaskan di atas, peraturan pengadilan yang berlaku bagi Bangsa Eropah yang dimaksud Pasal 377 HIR ini adalah semua ketentuan tentang Acara Perdata yang diatur dalam RV.
C. Pasal 615 s/d 651 RV
Peraturan mengenai arbitrase dalam RV tercantum dalam Buku ke Tiga Bab
Pertama Pasal 615 s/d 651 RV, yang meliputi :
- Persetujuan arbitrase dan pengangkatan para arbiter (Pasal 615 s/d 623 RV)
- Pemeriksaan di muka arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Putusan Arbitrase (Pasal 631 s/d 674 RV)
- Upaya-upaya terhadap putusan arbitrase (Pasal 641 s/d 674 RV)
- Berakhirnya acara arbitrase (Pasal 648-651 RV)
D. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 /1970
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan yang tegas memuat pengaturan lembaga arbitrase dapat kita temukan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “ Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit atau arbitrase tetap diperbolehkan”.
E. Pasal 80 UU NO. 14/1985
Satu-satunya undang-undang tentang Mahkamah Agung yang berlaku di Indonesia yaitu UU No. 14/1985, sama sekali tidak mengatur mengenai arbitrase. Ketentuan peralihan yang termuat dalam Pasal 80 UU No. 14/1985, menentukan bahwa semua peraturan pelaksana yang telah ada mengenai Mahkamah Agung, dinyatakan tetap berlaku sepanjang peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini kita perlu merujuk kembali UU No. 1/1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. UU No. 1/1950 menunjuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan yang memutus dalam tingkat yang kedua atas putusan arbitrase mengenai sengketa yang melibatkan sejumlah uang lebih dari Rp. 25.000,- (Pasal 15 Jo. Pasal 108 UU No. 1/1950).
F. Pasal 22 ayat (2) dan (3) UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing
Dalam hal ini Pasal 22 ayat (2) UU No. 1/1967 menyatakan:
“Jikalau di antara kedua belah pihak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam,dan cara pembayaran kompensasi tersebut, maka akan diadakan arbitrase yang putusannya mengikat kedua belah pihak”.
Pasal 22 ayat (3) UU No. 1/1967 :
“Badan arbitrase terdiri atas tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal”.
G. UU No. 5/1968
yaitu mengenai persetujuan atas “Konvensi Tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dan Warga Asing Mengenai Penanaman Modal” atau sebagai ratifikasi atas “International Convention On the Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of Other States”.
Dengan undang-undang ini dinyatakan bahwa pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan persetujuan agar suatu perselisihan mengenai penanaman modal asing diputus oleh International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSD) di Washington.
H. Kepres. No. 34/1981
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan “Convention On the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards” disingkat New York Convention (1958), yaitu Konvensi Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Luar Negeri, yang diadakan pada tanggal 10 Juni 1958 di Nww York, yang diprakarsaioleh PBB.
I. Peraturan Mahkamah Agung No. 1/1990
Selanjutnya dengan disahkannya Konvensi New York dengan Kepres No. 34/1958 , oleh Mahkamah Agung di keluarkan PERMA No. 1/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, pada tanggal 1 maret 1990 yang berlaku sejak tanggal di keluarkan.
J. UU No. 30/1999
Sebagai ketentuan yang terbaru yang mengatur lembaga arbitrase, maka
pemerintah mengeluarkan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, pada tanggal 12 Agustus 1999 yang dimaksudkan untuk mengantikan peraturan mengenai lembaga arbitrase yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kemajuan perdagangan internasional. Oleh karena itu ketentuan mengenai arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 s/d 651 RV, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705 RBG, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian ketentuan hukum acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang terdapat dalam UU NO. 30/1999.
Perbandingan antara perundingan, arbitase, dan ligitasi
Perbedaan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi ialah sebagai berikut :
1. Perundingan – >  Perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima.
2. Arbitrase     – >  Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
3. Ligitasi        - > Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian. Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.

BAB III
PENUTUP

Penyelesaian Sengketa dalam Ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantarnya melalui :
1. Negosiasi – >  Suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
2. Mediasi   – >  Pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian
3. Arbitrase – > Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
Perbedaan ketiga terletak dari peran mereka dalam menyelesaikan suatu pertikain yang ada. Negosiasi tidak menggunakan pihak ketiga untuk menyelesaikan suatu pertikaian, Arbitrase diantara kedua pihak yang bertikai memerlukan pihak ketiga untuk menyelesaikan permasalahan mereka tetapi peran pihak ketiga ini hanya sebagai pemberi saran dan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan suatu pertikaian tersebut. Sedangkan Arbitrase ialah Pihak ketiga yang dibutuhkan antara kedua pihak yang bertikai dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk memutuskan suatu permasalahan yang ada karena mereka tidak dapat menyelesaikan perikaian tersebut.

Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/penyelesaian-sengketa-ekonomi-makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar